Saya ingin berbagi informasi mengenai analisis novel yang sudah saya buat dengan penuh pengorbanan ini. Analisis ini saya kerjakan selama 2 minggu untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia.
Saya mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan, karena saya masih belajar. Mohon pengertiannya :)
Judul : Sitti Nurbaya
Penulis : Marah Rusli
Terbitan : Balai Pustaka
Tahun : 2008
Halaman : 334
Sinopsis,
SITTI
NURBAYA
Samsulbahri
adalah anak dari Sutan Mahmud yaitu penghulu di Kota Padang, sedangkan Sitti
Nurbaya adalah putri dari Baginda Sulaiman yaitu salah satu putri dari saudagar
kaya di Kota Padang. Sitti dan Samsulbahri adalah teman sejak kecil, entah itu
teman bermain maupun teman sekolah. Mereka selalu bersama dan tidak pernah
terpisah satu sama lain, sampai akhirnya Samsulbahri harus pergi ke Jakarta
untuk melanjutkan pendidikan sebagai dokter di Jakarta.
Setelah
beberapa waktu kepergian Samsulbahri ke Jakarta, nasib buruk mulai mendatangi
Sitti. Usaha ayahnya jatuh akibat dari ulah licik Datuk Meringgih. Toko ayahnya
hancur, perkebunan kelapanya diracuni, kapal yang mengantar kelapapun di
tenggelamkan. Dan di saat-saat seperti itulah datanglah Datuk Meringgih dengan
niat jahatnya untuk meminjamkan uang sepuluh ribu kepada Baginda Sulaiman
dengan alasan untuk membangun usahanya kembali.
Tetapi
ketika Baginda Sulaiman berusaha membangun kembali usahanya, semuanya gagal
dengan percuma. Di saat yang sulit itu, datanglah Datuk Meringgih untuk menagih
hutangnya kembali. Tetapi saat itu Baginda Sulaiman tidak memiliki uang untuk
membayar hutangnya, dan saat itu juga Datuk Meringgih menawarkan sebuah
persetujuan yaitu meminta Sitti Nurbaya untuk menikah dengan dirinya sebagai
pengganti hutang. Tanpa ada pilihan lain, Sitti Nurbaya dan Baginda Sulaiman
hanya dapat mengiyakan permintaan Datuk Meringgih.
Setahun
lebih setelah pernikahan Sitti Nurbaya dengan Datuk Meringgih, Samsulbahri
kembali ke Kota Padang. Bersamaan dengan kepulangan Samsulbahri ternyata Ayah
dari Sitti sedang sakit. Mendengar hal tersebut, Samsulbahri bergegas
mengunjungi Baginda Sulaiman di kediamannya. Di sanalah akhirnya Samsul dan
Sitti bertemu untuk pertama kalinya setelah sekian lama berlalu. Di saat mereka
sedang asik berbincang-bincang datanglah Datuk Meringgih bersama anak buahnya
membuat kekacauan. Hal inilah yang akhirnya membuat Baginda Sulaiman meninggal
saat hendak menuruni tangga untuk melihat apa yang terjadi.
Setelah
kejadian itu Sitti meminta cerai kepada Datuk Meringgih dan melarikan diri ke
Jakarta untuk menyusul Samsul, tetapi saat di kapal menuju Jakarta Sitti hampir
kehilangan nyawanya akibat ulah kaki tangan Datuk Meringgih, untunglah hal ini
dapat dicegah oleh Pak Ali, yaitu kusir yang dulu bekerja untuk Sutan Mahmud.
Setelah
beberapa lama, akhirnya Sitti kembali ke Padang, namun nasib buruk masih mengikutinya.
Tidak beberapa lama setelah Sitti kembali ke Padang, ia kehilangan nyawanya.
Dia meninggal karena memakan lemang yang telah di racuni oleh Datuk Meringgih.
Mendengar kabar ini, geramlah si Samsul dan bertambahlah dendamnya untuk Datuk
Meringgih.
Bertahun-tahun
kemudian setelah Samsulbahri mendapat gelar Letnam mas, ia kembali lagi ke
Padang untuk menjalankan sebuah tugas. Di saat inilah akhirnya Samsulbahri
dapat membalaskan dendamnya dengan membunuh Datuk Meringgih.
Tidak
lama setelah Samsulbahri membunuh Datuk Meringgih, ia juga meninggal dunia
akibat luka parang yang ada pada dirinya. Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya,
Samsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud di makamkan secara berjejer di
bukit Padang.
Analisis unsur
intrinsik novel “Sitti Nurbaya”
1. Tema :
·
Perjalanan
cinta dua insan manusia
2.
Alur :
·
Pengenalan
tokoh :” Anak laki-laki yang
dipanggil Sam oleh temannya tadi, ialah Samsulbahri, anak Sutan Mahmud Syah,
Penghulu di Padang, seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi” (H7, P9)
·
Muncul
konflik :”Aku sesungguhnya
tiada senang melihat perniagaan Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah
maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku.Oleh sebab itu hendaklah ia
dijatuhkan” (H106, P8)
·
Klimaks :”Kira-kira pukul tujuh
malam, berangkatlah sepasukan serdadu yang dipimpin oleh Letnam Mas dan van
Sta, ke luar Kota Padang menuju Kota Tengah” (H317, P5)
·
Penurunan :”Setelah itu juga rebahlah
keduanya di tanah, Datuk Meringgih karena kena peluru Samsulbahri, yang
menembus dada dan jantungnya dan Samsulbahri, karena parang Datuk Meringgih
kepalanya”
·
Penyelesaian :”Tatkala mereka tiba di tempat
yang ditujunya, kelihatanlah di sana olehnya, lima buah kubur sejejer
berdekat-dekatan” (H332, P5)
3.
Tokoh
dan penokohan :
Ø Tokoh
·
Sitti
Nurbaya :”Temannya yang
dipanggilnya Nur tadi ialah Sitti Nurbaya ..” (H8, P3)
·
Samsulbahri :”Anak laki-laki yang dipanggil
Sam oleh temannya tadi, ialah Samsulbahri ...” (H7, P9)
·
Datuk
Meringgih :”Itulah Datuk
Meringgih...” (H 9, P4)
·
Sutan
Mahmud :”Waktu itu kelihatan
Sutan Mahmud ...” ( H11, P4)
·
Baginda
Sulaiman :”Ketika itu berhentilah
Baginda Sulaiman seurus ...” (H153, P2)
·
Zainularifin :”...ialah Zainularifin, anak
Hopjaksa Sutan Pamuncak...” (H27, P11)
·
Muhammad
Bakhtiar :”... dan Muhammad Bakhtiar anak
guru kepala sekolah...” (H27, P7)
·
Sitti
Alimah :”...kata Sitti
Alimah pula, sambil mengurut-urut rambut dan tangan Nurbaya” (H199, P3)
·
Ahmad
Maulana :”...kata Ahmad Maulana
pula, sambil membakar rokonya” (H231, P6)
·
Letnam
Yan van Sta :”...jawab Letnam Yan van
Sta” (H281, P7)
·
Siti
Maryam :”...lalu Siti
Maryam menyapu air matanya...” (H88, P5
·
Rukiah :”Ke mana ibumu Rukiah
?” (H13, P3)
·
Rubiah :”... kata putri
Rubiah, seraya menyapu air matanya ...” (H15, P7)
·
Sutan
Mansyur :”...pakaian penerimaan
Sutan Mansyur, yang bakal menjadi suaminya itu pun bekum cukup” (H21, P3)
·
Hamzah :”Hamzah, tutuplah pintu
dan tinggallah engkau di sini ! Jaga rumah baik-baik !” (H23, P10)
·
Pak
Ali :”o .. itu Pak
Ali datang” (H5, P1)
·
Ludi :”Bagaimana pikiranmu
tentang perempuan ini Ludi ?” (H209, P2)
Ø Penokohan
·
Sitti
Nurbaya :Tertib, sopan, baik
hati
“... karena
bukan rupanya saja yang cantik, tapi kelakuan dan adatnya, tertib dan sopan
santunnya, serta kebaikan hatinya ...” (H8, P3)
·
Samsulbahri :Baik, tertib, sopan santun,
“...
tingkah lakunya pun baik, tertib, sopan santun, seta halus budi bahasanya” (H8,
P2)
·
Datuk
Meringgih :Pelit, kasar, budi
pekertinya buruk, tamak
“Saudagar
ini adalah seorang yang bakhil, loba dan tamak, tiada pengasih dan penyayang,
serta bengis kasar budi pekertinya” (H95, P5)
“Rupanya
buruk, umurnya telah lanjut, pakaian dan rumah tangganya kotor, adat dan
kelakuannya kasar dan bengis, bangsanya rendah...” (H 10, P1)
·
Sutan
Mahmud :Tingkah lakunya baik,
penyayang, pengasih, adil
“...karena
bangsanya tinggi, rupanya elok, tingkah lakunya pun baik, pengasih penyayang
kepada anak buahnya, serta adil dan lurus dalam pekerjaannya” (H12, P3)
·
Rubiah :Dengki dan bengis
“Pada air
mukanya yang kurang yang agak berlainan dengan wajah muka Sutan Mahmud,
terbayang tabiatnya yang kurang baik, yaitu dengki dan bengis” (H14, P8)
·
Pak
Ali :baik
hati, baik budi
“... ia seorang yang lurus hati dan
baik budi ...” (H5, P2)
4.
Setting :
Ø Waktu
·
Pukul
satu siang : “kira-kira pukul 1
siang ...” (H1, P1)
·
Setengah
dua :”Tahukah bahwa sekarang
ini sudah setenga dua ?” (H5, P3)
·
Senja
hari :”Pada senja hari
yang baru diceritakan...” (H12, P1)
·
Keesokan
harinya :”Pada keesokannya, pukul
lima pagi” (H24, P1)
·
Pukul
lima pagi :”Oleh sebab nyata
oleh Samsu, bahwa hari baru pukul lima pagi” (H24, P2)
·
Pukul
6.15 :”Kira-kira pukul
enam lewat seperempat...” (H26, P6)
·
Minggu
malam :”Pada petang
hari Ahad, tatkala Samsu dengan sahabatnya pergi...” (H60, P1)
·
Pukul
sembilan :”Setelah hari pukul
sembilan, masuklah sekalian anak muda itu ...” ( H77, P7)
·
Malam
itu :”Sebenarnya malam
itu hamba akan pergi ke Hulu Limau Manis...” (H105, P1)
·
Pukul
dua malam :”Tiba-tiba kira-kira
pukul dua malam, terbangunlah ia daripada tidurnya...” (H125, P5)
·
Satu
jam kemudian :”Sejam kemudian daripada
itu, habisah ketiga toko Baginda Sulaiman...”
(H127, P2)
·
Tiga
malam :”Tatkala hari telah
pukul tiga malam, bangunlah ia perlahan-lahan...” (H186, P7)
·
Tujuh
pagi :”Pukul tujuh pagi
diangkatlah jangkar dan berlayarlah kapal itu menuju...” (H187, P3)
·
Setengah
tujuh :”Hari kira-kira pukul
setengah tujuh, petang berebut dengan senja...” (H188, P1)
·
Pukul
sepuluh :”Akan tetapi pada
malamnya, kira-kira pukul sepuluh...” (H214, P2)
Ø Tempat
·
Di
bawah pohon :”Bernaung dibawah
pohon ketapang yang rindang ...” (H1,P 1)
·
Rumah
Samsulbahri :”... tatkala Samsulbahri
sampai ke rumahnya...” (H9, P3)
·
Pekarangan
sebuah rumah :”...masuk ke dalam
pekarangan sebuah rumah ...” (H12, P1)
·
Kampung
Alang Awas :”...masuk ke dalam pekarangan
sebuah rumah gedung di Kampung Alang Awas” (H12, P1)
·
Rumah
jaga di Muara :”Sesungguhnya keempat anak
muda itu telah sampai kedekat sebuah rumah jaga di Muara” (H30, P2)
·
Sungai
Arau :”...sambil membawa
bekal masing-masing, lalu pergi ke pinggir sungai Arau (H33, P3)
·
Apenberg “Orang Belanda menamai
Gunung Padang ini Apenberg (gunung kera)...” (H35, P8)
·
Rumah
perhentian :”...dalam rumah
perhentian ini...” (H44, P5)
·
Pangkal
pendakian :”Tatkala sampai ke pangkal
pendakian, berhentilah mereka sejurus di kedai...” (H58, P8)
·
Rumah
Sam :”...di rumah orang
tuanya, di Kampung Jawa Dalam di Padang” (H71, P1)
·
Pekarangan
rumah :”...sampailah keduanya ke dalam
pekarangan Nurbaya...” (H80, P3)
·
Kapal :”Di atas kapal,
kelasi-kelasi sedang asyik mengerjakan pekerjaan masing-masing...” (H87, P4)
·
Rumah
Meringgih :”Sementara itu masuklah
Datuk Meringgih ke dalam rumahnya ...” (H108, P4)
·
Pasar
Kampung Jawa :”Setelah sampai ia ke Pasar
Kampung Jawa, bertanyalah penghulu itu...”(H126, P2)
·
Kamar
Sulaiman :”...ia berjalan
perlahan-lahan, masuk ke bilik Baginda Sulaima” (H149, P6)
·
Teluk
Bayur :”Kemudian
berjalanlah ia menuju pelabuhan Teluk Bayur” (H187, P2)
Ø Suasana
·
Mencekam :”...tiba-tiba kedengaranlah
dari jauh katuk-katuk berbunyi, alamat ada orang mengamuk” (H21, P5)
·
Panik :”Bakhtiar membedil
orang...” (H58, P4)
·
Romantis :”...Nur, bahwa aku ini
sangat cinta kepadamu” (H81, P3)
·
Risau :”Tatkala akan
dikoyaknya pembungkus surat itu, tiba-tiba jatuhlah gambar Nurbaya yang
tergantung pada dinding biliknya...” (H129, P4)
·
Sedih :”Setelah Samsu
membaca keceakaan in, lalu ia menundukkankepalanya ke atas mejanya, menangis
amat keras, karena sedih...” (H141, P3)
·
Amarah :”Demi Allah, demi
rasulnya ! Selagi ada napas di dalam dadaku, akan kubalas jua kejahatan ini
!...” (H141, P5)
·
Prihatin :”Rambutnya mulai putih,
mukanya pucat, badannya kurus, mata, dan pipinya serta napasnya sekali-sekali,
karena sangat letih rupanya” (H149, P7)
5. Sudut pandang :
·
Sudut
pandang orang ketiga serba tahu
“Walaupun ia rupanya sebagai seorang
anak yang lemah lembut, akan tetapi jika perlu, tidaklah ia takut menguji kekuatan
dan keberaniannya...” (H8, P2)
6. Gaya Bahasa :
Ø Ironi :
·
Benar
engkau berani ? Engkau memang sengaja tiada kupanggil, sebab aku tahu, engkau
lebih suka pergi ke tempat keramaian yang ada kue-kue, daripada ke tempat
keramaian yang ada darah (H29, P10)
Ø Antitesis :
·
Kekayaan
dan kemiskinan, kemuliaan dan kehinaan, kesusahan dan kesenangan, ya
sekaliannya, datangnya daripada Tuhan Yang Maha Esa juga (H99, P4)
Ø Personifikasi :
·
Hanya
dari jauh kedengaran olehnya kokok ayam jantan bersahut-sahutan di segala
pihak, sebagai orang bersorak berganti-ganti, karena berbesar hati menyambut
kedatangan fajar (H24, P1)
7. Amanat :
·
Harta
dan kekuasaan hanyalah titipan semata, memuja dan mengagung-agungkannya adalah
percuma. Karena saat Tuhan menghendaki untuk hilang, maka hilanglah semuanya
tanpa ada tersisa.
·
Berfikiran
positif dan percaya kepada orang lain itu baik, tetapi alangkah lebih baik lagi
jika rasa positif dan percaya diiringi dengan ke hati-hatian.
Analisis unsur
ekstrinsik novel “Sitti Nurbaya”
1. Nilai moral :
·
“Bangsa
yang tinggi, tak boleh menjadi alasan kesombongan, karena ketinggian itu sebab
ditinggikan dan kerendahan itu sebab direndahkan orang. Jika tak ada yang
meninggikan dan merendahkan, tentulah sama rata sekaliannya” Kata Baginda Sulaiman
kepada Nurbaya (H156, P2)
·
“Orang
yang sabar dan dapat menahan keinginan hatinya, jarang salah barang
perbuatannya” Kata Arifin kepada ketiga temannya (H32, P6)
·
Tiap-tiap
suatu yang hendak dikerja atau dikatakan, haruslah dipikirkan lebih dahulu
dengan sehabis-habis dipikir dan ditimbang dengan semasak-masaknya : Berkata
sepatah, dipikirkan, supaya jangan salah; sebab kesalahan itu boleh
mendatangkan sesal yang tak habis. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak
berguna. “(H52, P3)
2. Nilai budaya :
·
Anak
orang umur 12 atau 13 tahun, setua-tuanya umur 14 tahun, telah dikawinkan,
tetapi anakku, hampir beruban, masih perawan juga. (H19, P1)
·
“Berapa
uang jemputan yang dimintanya ?” tanya Sutan Mahmud pula dengan tiada mengindahkan
perkataan saudaranya itu.
“Sudah beberapa
kali kukatakan 300 rupiah”, jawab
perempuan itu.
“Tak mau ia
kurang ? 200 atau 250 rupiah misalnya ?” tanya Sutan Mahmud.
"Kalau
kepada tukang ikan ia akan dikawinkan, tentu tak usah menemput seduit jua pun.”
(H19, P 6-7)